Kinipaham – Keputusan polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan penonton di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur memicu gelombang protes. Sebab, federasi sepak bola dunia atau FIFA telah lama melarang penggunaan gas air mata di stadion. Lantas, apa penyebabnya?
Larangan menggunakan gas air mata di stadion telah tertulis jelas di FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19b. Bahkan, jangankan sampai dipakai, sekadar membawanya saja tak boleh.
“No fire arms or crowd control gas shall be carried or used [Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata],” tulis aturan tersebut, dikutip Kinipaham, Selasa 4 Oktober 2022.

Pasal 19 sendiri membahas tentang aturan petugas lapangan dan polisi dalam menjaga ketertiban di stadion saat pertandingan berlangsung.
“Untuk melindungi para pemain dan ofisial, serta menjaga ketertiban umum, maka mungkin diperlukan untuk mengerahkan petugas lapangan dan/atau polisi di sekeliling lapangan permainan. Saat melakukannya, pedoman berikut harus dipertimbangkan,” bunyi, aturan tersebut.
Itulah mengapa, menembakkan gas air mata ke penonton merupakan perbuatan keliru. Lebih lagi, pada sejumlah video yang beredar di internet, aksi tersebut dilakukan secara brutal dan terkesan asal-asalan.
Tanggapan Ahli soal Gas Air Mata di Stadion
Mengutip laman CNN, sejumlah peneliti mengungkap alasan mengapa gas air mata haram dipakai dalam berbagai bentuk upaya kontrol kerusuhan.
Pada penelitian berjudul The Problematic Legality of Tear Gas Under International Human Rights Law yang dimuat Universitas Toronto, peneliti mengungkap, salah satu alasan gas air mata perlu dilarang di semua kegiatan adalah efek kesehatan berbahaya yang mungkin terjadi pada mereka yang terpapar.
“Studi menunjukkan bahwa paparan jangka panjang dalam bentuk yang kita lihat dengan pengaturan protes membuat mereka yang terkena dampak [gas air mata] berisiko lebih tinggi untuk sejumlah penyakit, termasuk tertular penyakit pernapasan seperti COVID-19,” ujar Vincent Wong Research Associate di International Human Rights Law (IHRP) Universitas Toronto dan rekan penulis penelitian William C.

Selain efek kesehatan, gas air mata juga memberikan efek yang luas, sehingga memungkinkan dampak gas tak hanya pada perusuh, tetapi juga mereka yang ada di sekitarnya.
Dilansir dari Eurekalert, gas air mata tidak bisa membedakan antara yang muda dan yang tua, yang sehat dan yang sakit, serta yang damai dan yang rusuh.
Lebih lanjut pada tragedi Kanjuruhan, gas air mata menyebabkan penonton pertandingan berhamburan kabur untuk menghindari paparannya. Hal ini yang kemudian menyebabkan mereka berdesakan, berhimpitan, bahkan terinjak-injak saat berupaya keluar dari stadion.