Siapa Dalang di Balik Runtuhnya Nokia?

Kinipaham – Pada dua dekade lalu, perusahaan teknologi asal Finlandia, Nokia, merupakan raja ponsel dunia. Kala itu, produk buatan mereka selalu menjadi pilihan utama. Selain karena tampilannya yang unik, fitur yang diusung Nokia juga tergolong canggih dan lebih unggul dari pesaing.

Namun, seiring berjalannya waktu, geliat Nokia di pentas global kian melemah. Kini, produk buatan mereka bukan hanya ditinggalkan, namun juga terinjak-injak merek asal China dan Amerika Serikat. Bahkan, perusahaan yang berdiri sejak 1865 itu sempat bangkrut sebelum menjalin kerja sama dengan platform Android.

Dilansir dari CNET, Selasa 12 Mei 2020, kabarnya salah satu penyebab Nokia tumbang di tangan merek lain, ialah karena keputusan mereka lebih memilih Windows dibandingkan Android sebagai sistem operasi. Dalang di balik keputusan tersebut ialah mantan CEO yang menjabat saat itu, yakni Stephen Elop.

Buku berjudul ‘Operation Elop’ membahas sepak terjang Elop ketika menjadi CEO Nokia. Buku yang ditulis jurnalis asal Finlandia ini menilai pemilihan Elop merupakan kesalahan besar.

“Dengan berbagai standar pengukuran, Elop adalah salah satu CEO terburuk atau memang paling buruk. Elop adalah orang yang salah untuk memimpin Nokia. Ada orang lain yang seharusnya bisa menyelamatkan bisnis ponsel Nokia,” kata sang penulis buku, Pekka Nykänen dan Merina Salminen.

Baca juga: Mengenal Skandal Snowden dan Tiga Jasa Besarnya untuk Dunia IT

Di buku itu juga dituliskan, sebenarnya runtuhnya perusahaan raksasa tersebut tidak murni karena kesalahan satu orang. Namun, jika mengamati strategi serta keputusan yang Elop ambil selama menjabat, agaknya tak ada yang pantas disalahkan selain dirinya.

Buruknya performa Elop sebagai CEO Nokia bisa dilihat juga dari nilai perusahaan tersebut. Sehari sebelum Elop menjabat CEO, Nokia masih bernilai 29,5 miliar euro. Tiga tahun Elop memimpin, nilai Nokia jatuh hingga menjadi 11 miliar euro. Angka yang terbilang drastis untuk kepemimpinan yang sedemikian singkat.

Puncaknya, Nokia dijual ke Microsoft dengan harga tergolong murah, yakni 5,4 miliar euro setelah mereka selalu gagal bersaing di pasar ponsel, utamanya smartphone. Padahal, jika saat itu mereka lebih memilih Android sebagai sistem operasi, bisa saja hal ini tak terjadi.

Bagaimana pun juga, Nokia yang sempat beberapa tahun memimpin pasar global kini harus kalah dari beberapa nama baru. Bahkan, seperti yang telah disinggung di awal, perusahaan asal China yang dulu sempat diragukan, perlahan mulai mencuri ceruk pasar yang ditinggalkan Nokia.

Kendati sudah ‘kalah’, namun nama Nokia tentu tak bisa dihilangkan dari ingatan kita. Sebab pada masanya, perusahaan tersebut berhasil menelurkan beberapa produk yang terbilang unik dan canggih. Sebagian dari kita—terutama yang lahir di bawah tahun 2000—pasti pernah memiliki unitnya. (SFN)