Kinipaham – Jaksa Penuntut Umum atau JPU akhirnya menjatuhkan tuntutan setahun penjara pada dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Meski panen hujatan, namun Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane justru menilai keputusan tersebut sudah tepat dan tak bisa diganggu gugat.
Kata Neta, disitat dari Merah Putih, apa yang menimpa penyidik KPK itu hanya sebatas penganiayaan ringan. Namun, banyak pihak yang memolitisasinya hingga kasus tersebut seakan-akan besar dan luar biasa.
“Untungnya, aparatur kejaksaan tidak terprovokasi oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak memolitisasi kasus itu,” ujar Neta, Jumat 13 Juni 2020.
“Jika Novel menyebut persidangan tersebut hanya formalitas, berarti sebagai aparat penegak hukum, Novel sudah terkategori menghina pengadilan,” tambahnya.

Bahkan, kata Neta, kedua pelaku telah bersikap ksatria lantaran mengakui kesalahannya di depan publik.
“Novel harus berjiwa besar menerima tuntutan kepada kedua pelaku,” kata dia.
Banyak pihak tak setuju
Berbeda dengan IPW, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai penyerangan tersebut tak bisa diklasifikasikan sebagai penganiayaan ringan. Kata dia, itu kejahatan luar biasa yang butuh penindakan tegas.
“Jadi, tuntutan rendah ini aneh tapi ‘wajar’. Aneh, karena kejahatan kejam kok cuma dituntut ringan. Wajar, karena memang terdakwa hanya boneka saja,” tukas Haris.

Lebih jauh, ia juga mencium kejanggalan dalam penyidikan kasus tersebut. Bahkan, secara tak langsung, Haris menilai polisi tidak benar-benar serius sejak awal.
“Dari awal penanganan, polisi sudah klaim mendapati hasil CCTV sekitar wilayah tempat tinggal. (Tapi) ini hanya beberapa kejanggalan saja,” tuturnya.