Jernih dan Mencerahkan

Pandangan Sains soal Mengapa Orang Mau Lakukan Bom Bunuh Diri

272

Kinipaham – Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya: mengapa ada sejumlah individu atau kelompok yang mau menjalani misi bom bunuh diri? Padahal, hidup terlalu berarti untuk disudahi dengan cara tersebut.

Tak sedikit dari kita beranggapan, pelaku bom bunuh diri merupakan orang-orang yang bermasalah dengan jiwanya. Namun, kenyataannya tidak demikian. Sebab, peneliti dari University of Nottingham di Inggris mengungkap, mereka sebenarnya bertindak rasional dalam mengejar ‘keuntungan’ pribadi.

Baca juga: Jangan Ngiler, Segini Gaji Astronaut NASA per Tahun

Meski demikian, Dr. David Stevens dari School of Politics and International Relations di University of Nottingham mengatakan, bahwa pandangan luas tentang pelaku bom bunuh diri sebagai kaum fanatik agama yang dicuci otaknya, melalui masa muda yang sulit, dan korban kemiskinan, bukanlah pandangan yang tepat.

Disitat dari National Geographic, Stevens berpendapat, kendati agama memainkan peran sentral dalam memicu aksi bom bunuh diri, akan tetapi ada sejumlah kasus yang dimotivasi faktor nonagama. Selain itu, terkadang para pelaku bom bunuh diri sebenarnya juga didorong dari proses berpikir yang rasional.

Lebih jauh, penelitian itu juga mengungkap, bahwa ada tujuan-tujuan kelompok di balik aksi pengeboman tersebut. Sehingga, apa yang para pengebom lakukan sudah melalui proses ‘simple cost-benefit analysis’ atau analisis biaya-manfaat sederhana. Mereka merasa, manfaat atau keuntungan dari perbuatan tersebut, lebih besar daripada biaya atau harga yang harus mereka bayar.

“Dilihat dari sudut pandang ini, bom bunuh diri dapat dijelaskan dalam kerangka tindakan yang dimotivasi secara rasional, dan bukan dalam istilah motif teologis dan/atau irasional,” ujar Stevens dikutip Selasa 30 Maret 2021.

“Untuk mendapatkan manfaat kolektif dari partisipasi dalam kelompok yang ketat membutuhkan pengorbanan diri, seringkali dalam tingkat yang ekstrem,” lanjutnya.

Dia juga menegaskan, bahwa mengaitkan aksi bom bunuh diri dengan ajaran agama tertentu bukanlah hal yang bijak. Sebab, sebagian besar atau bahkan hampir semua kelompok agama sebenarnya mengajarkan dan menjalankan kedamaian.

“Kasus bom bunuh diri sebenarnya sangat langka. Jarang, yaitu bila diingat bahwa kelompok-kelompok agama yang ekstrem hanya merupakan sebagian kecil dari kelompok-kelompok agama secara keseluruhan, dan 99,99 persen dari kelompok-kelompok tersebut sebenarnya mencintai perdamaian.”

“Jadi secara statistik, menemukan satu atau dua orang yang bersedia melakukan pengorbanan seperti itu sangatlah jarang. Namun, mengingat ini adalah bom bunuh diri, jadi ya memang hanya perlu satu atau dua orang,” kata dia.

Stevens juga berpendapat, bahwa kemiskinan, isolasi, dan kurangnya pendidikan bukan menjadi pemicu seseorang melakukan aksi bom bunuh diri.

Sebagai contoh, seorang pelaku pengeboman bernama Mohammad Sidique Khan meledakkan dirinya di London, Inggris pada 7 Juli 2005 lalu. Berkat kejadian tersebut, enam orang dinyatakan tewas. Setelah ditelusuri, ternyata dia merupakan orang berkecukupan yang memiliki keluarga harmonis.

Jadi, menurut Stevans, ada kesalahpahaman umum bahwa pelaku bom bunuh diri adalah orang yang sakit mental atau tidak rasional.

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.