Jernih dan Mencerahkan

Mengenal Skandal Snowden dan Tiga Jasa Besarnya untuk Dunia IT

297

Kinipaham – Bulan Juni mendatang menjadi peringatan tujuh tahun semenjak Edward Snowden membeberkan kejahatan National Security Agency (NSA) yang merupakan badan intelejen Amerika Serikat, kejahatan ini berupa pengawasan massal tanpa izin.

Edward Snowden yang bekerja sebagai kontraktor NSA menjadi whistleblower, orang yang membeberkan rahasia negara, pada tahun 2013. Snowden membeberkan bahwa NSA selama ini beroperasi dengan cara mengambil data pribadi seluruh orang yang bisa dijangkaunya menggunakan program PRISM tanpa mengantongi izin dari pengadilan.

Setelah tujuh tahun berlalu, berikut tiga perubahan besar yang muncul setelah skandal Snowden.

Perubahan Peraturan Pengawasan Massal dan Penuntutan NSA

Snowden mendorong Amerika Serikat untuk mengubah peraturan mengenai pengawasan individu lalu memanggil direktur NSA untuk dimintai keterangannya di hadapan kongres, hasilnya pengawasan massal yang dilakukan NSA terbukti ilegal dan melanggar hukum, kemudian membuat pemerintah AS membuat Patriot Act di tahun 2015 agar kejadian serupa tidak terulang.

Lembaga intelejen Inggris Government Communications Headquarters (GCHQ) tidak luput dari skandal Snowden. GCHQ diketahui bekerjasama dengan NSA untuk mengumpulkan data pribadi orang-orang yang dicurigai sebagai ancaman bagi Pemerintahan Kerajaan Inggris. Kerajaan Inggris menetapkan semua data yang GCHQ dan NSA ambil melalui program PRISM dan UPSTREAM melanggar peraturan Kongres Negara Eropa tentang hak asasi manusia.

Sayangnya kemajuan dalam perlindungan hak asasi manusia yang tergerak karena aksi Snowden tidak berjalan lama, tidak lama setelah Trump terpilih pemerintah AS kembali mengesahkan Foreign Intelligence Surveillance Act yang mempersilahkan NSA untuk mengambil data pribadi seluruh orang di dunia. Sementara di tahun 2016 Inggris juga mengesahkan Investigatory Powers Bill yang memperluas jangkauan pengawasa individu yang dapat dijangkau oleh lembaga intelejennya.

Percepatan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi

Skandal Snowden telah memulai pembicaraan lebih serius tentang privasi data pengguna. Raksasa teknologi seperti WhatsApp dan Gmail mengupdate sistem enkripsi mereka agar data yang dikirimkan melalui aplikasi mereka hampir mustahil untuk dilacak.

Snowden secara terang-terangan mengkritik Facebook karena Facebook dinilai membagikan data penggunanya kepada pihak ketiga.

“Facebook menghasilkan profitnya dengan cara mengeksploitasi dan menjual detail pribadi penggunanya yang mereka upload ke Facebook. Pengguna Facebook bukanlah korban, melainkan kaki tangan Facebook karena secara sukarela mengupload kehidupan mereka ke platform ini.” Cuit Snowden di akun Twitter pribadinya.

Uni Eropa mengambil langkah untuk mempercepat diskusi undang-undang perlindungan data pribadi, General Data Protection Regulations (GDPR). Sebelumya Uni Eropa telah membahas undang-undang ini di tahun 2012, setelah skandal Snowden, mereka membahasnya secara intensif lalu berhasil mengesahkannya pada 2018 silam.

Meningkatnya Kesadaran Publik

Perubahan terbesar yang diberikan skandal Snowden adalah meningkatnya kesadaran publik tentang adanya pengumpulan data yang mereka miliki di internet. Publik sekarang sadar bahwa data berupa grafis maupun tulisan di internet dapat diambil dan dijadikan sebagai alat pengekang.

Berdasarkan survey Pew Research Center pada tahun 2016, 49 persen warga AS mengatakan tidak percaya dengan pemerintah federal dalam hal melindungi data pribadi mereka.

“Pemerintah dan perusahaan kontraktor pemerintah memanfaatkan ketidaktahuan kita. Tapi sekarang kita mengetahuinya. Masyarakat lebih sadar sekarang. Masyarakat masih belum bisa melawannya tetapi paling tidak kita berusaha. Pengungkapan yang saya lakukan membuat masyarakat memiliki sedikit kekuatan melawan pemerintah federal.” Jelas Snowden saat diwawancarai The Guardian.

Baca juga: Putra Elon Musk Diberi Nama X Æ A-12, Bagaimana Cara Bacanya?

Hampir tujuh tahun setelah skandal tersebut, saat ini Snowden tinggal di Russia dengan status pencari suaka. Pria berkacamata itu tidak bisa pulang ke tanah airnya, Amerika Serikat, karena NSA menyebut Snowden sebagai pengkhianat dan kemungkinan besar akan diseret ke pengadilan dengan tuntutan yang berat. Berbeda dengan NSA, pengguna internet di berbagai belahan dunia banyak yang mendeklarasikan Snowden sebagai pahlawan di era modern. (SFN)

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.