Kinipaham – Di balik kemerdekaan Indonesia, ada satu fenomena yang sulit kita lupakan, yakni jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Sebab, berkat kejadian tersebut, kecamuk perang terhenti dan negara kita terbebas dari penjajahan Jepang.
Namun, satu yang menjadi pertanyaan, apakah pelaku pengeboman itu merasa menyesal lantaran telah membunuh banyak penduduk sipil, atau justru sebaliknya?
Pilot pesawat Enola Gay yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima, Paul Warfield Tibbets mengaku, dia bersama rekan-rekannya mendapat tugas tersebut untuk menyudahi perang. Sehingga, menurutnya, keputusannya menjatuhkan bom atom di Hiroshima merupakan keputusan tepat.
“Dalam suatu pertempuran atau perang, sulit rasanya tak membunuh orang yang tak bersalah,” ujarnya, saat menghadiri wawancara The Guardian, beberapa tahun lalu.
/cloudfront-us-east-1.images.arcpublishing.com/lanacionar/ZAYAM25R7RD53PXATRXHRP6M3A.jpg)
Lebih jauh, Tibbets menuturkan, keputusannya mengebom Hiroshima mendapat tentangan dari banyak penduduk dunia. Bahkan, lebih buruknya lagi, tak sedikit media yang membuat berita seakan-akan dia telah berbuat dosa. Padahal, menurut dia, mereka tak memahami kebenaran kasus tersebut.
“Surat kabar memberitakan seakan-akan saya telah membunuh banyak orang sipil di sana. Maka saya katakan, itu salah mereka (warga Hiroshima) karena berada atau tinggal di lokasi pengemboman,” tuturnya.
Lagipula, menurutnya, korban yang berjatuhan akibat tindakannya tersebut tak terlalu banyak. Sebab, seandainya perang itu berlanjut hingga tahun-tahun setelahnya, korban yang meninggal justru jauh lebih besar. Itulah mengapa, kata dia, meluluhlantahkan Hiroshima bukan perbuatan keliru.
Diketahui, pesawat Enola Gay yang Tibbets kemudikan terbang dari North Field. Burung udara tersebut sampai di langit Hiroshima pukul delapan pagi waktu setempat, lalu tak lama setelahnya bom atom yang dikenal dengan sebutan Little Boy dijatuhkan ke daratan.

Hanya butuh 43 detik bagi bom atom tersebut untuk sampai ke permukaan tanah setelah dijatuhkan dari ketinggian sembilan kilometer lebih. Little Boy lalu meledak dan meratakan area seluas 10 kilometer persegi.
Berkat peristiwa tersebut, sekurangnya 80 ribu manusia atau 30 persen populasi Hiroshima tewas seketika. Sedangkan 60 ribu lainnya dinyatakan meninggal dunia setahun setelahnya akibat radiasi bom.
Co-Pilot Pesawat Enola Gay Nyesel Bom Atom Hiroshima

Berbeda dengan Tibbets, co-pilot atau pendamping pilot Enola Gay bernama Robert Lewis justru menyesali keputusan tersebut. Bahkan, dia sempat menulis surat ke kedua orang tuanya dan mengaku tak tega melihat banyak orang tak berdosa yang gugur akibat ulahnya.
“Tuhanku, apa yang telah kami lakukan? Berapa banyak rakyat Jepang yang telah kami bunuh?” tulisnya, dilansir dari News.co.au.
Di surat yang sama, dia mengaku terus dibayang-bayangi ketakutan tersebut. Karuan saja, kota yang luluh lantah, mayat yang bergeletakan, serta sederet kesedihan lainnya membuat Lewis tak sanggup melupakannya.
“Jika saya hidup seratus tahun lagi, saya tidak pernah bisa melupakan peristiwa itu, meskipun hanya beberapa menit saja,” kata Lewis.