Kinipaham – Membicarakan kemerdekaan Indonesia, tak lepas dari perjuangan para pahlawan. Namun, satu nama nyatanya tak pernah lepas dan selalu ada dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia adalah Laksamana Maeda yang namanya selalu harum dalam catatan sejarah Indonesia.
Nyatanya, hal tersebut bertolak belakang dengan kehidupannya sebagai warga Jepang, terutama terkait dengan jabatannya sebagai perwira tinggi Angkatan Laut negeri matahari terbit tersebut.
Diketahui Laksamana Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo dan sang juru ketik Sayuti Melik.
Usai proklamasi kemerdekaan Indonesia dan Jepang harus angkat kaki dari tanah air, inilah titik awal kehancuran karier militer dan politik Laksamana Maeda.
Laksamana Maeda ditangkap dan dijebloskan ke penjara hingga tahun 1947.
Ia dianggap sebagai pengkhianat karena membantu Indonesia dalam persiapan kemerdekaannya, negara yang saat itu sedang dijajah oleh negaranya sendiri.
Ternyata hukuman yang harus diterima Maeda tak hanya sampai di penjara. Sepulangnya ke Jepang, Maeda diseret ke Mahkamah Militer.
“Setelah kembali ke Tokyo, ayah saya menghadapi pengadilan Mahkamah Militer,” kata putra Laksamana Maeda, Nishimura Maeda, saat berbincang di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat pada Minggu, 16/8/2015 silam.

Nishimura bercerita, ayahnya dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Militer Jepang. Namun, Maeda malah memilih mundur dari dunia militer dan menjadi rakyat biasa.
“Ayah saya dinyatakan bebas dan memutuskan untuk mundur dari politik dan militer. Setelah itu menjalani hidup sebagai rakyat biasa,” kata Nishimura dalam bahasa Jepang yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Putra Laksamana Maeda itu membantah saat ayahnya disebut diseret ke Mahkamah Militer Jepang karena membantu mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Menurutnya, Maeda memang telah lama diincar untuk dijadikan kambing hitam kegagalan Jepang.
“Beliau diperkarakan bukan karena membantu Indonesia, tapi dari dulu ditarget sebagai petinggi militer dan harus dipersalahkan,” tutur Nishimura yang datang untuk melihat rumah ayahnya yang dijadikan tempat perumusan Teks Proklamasi itu.*