Kinipaham – Beberapa bulan terakhir, masyarakat Indonesia sedang terjangkait virus TikTok. Bahkan, video yang umumnya menampilkan gerak tubuh berirama itu sudah berhasil memonopoli berbagai medium lain, seperti Facebook, WhatsApp, atau yang paling ramai, Instagram.
Kini saat membuka ketiga aplikasi itu, rasanya sulit sekali menemukan konten lain di luar video TikTok. Padahal, jika kita ingin kembali melihat ke belakang, aplikasi hiburan buatan China itu pernah diludahi dan dianggap sebagai perusak generasi bangsa.
Tentu kita masih ingat dengan seorang anak yang kala itu usianya masih 13 tahun, Prabowo Mondardo atau kerap disapa Bowo Alpenliebe. Ia—yang belum sepenuhnya memahami tentang trend di media sosial—menemukan kebahagiaannya di TikTok. Sayangnya, saat itu banyak yang menghakimi Bowo dan melemparkan berbagai hinaan tak pantas.
Malahan, Menteri Informasi dan Komunikasi saat itu, Rudiantara, menganggap TikTok sebagai aplikasi berbahaya, sehingga ia pernah berupaya membunuhnya dan mengingatkan generasi muda untuk menggunakan aplikasi lain yang jauh lebih bermanfaat.
Menariknya, di masa kepemimpinan Johnny G. Plate, Kominfo justru menganggap TikTok sebagai medium menyenangkan yang bisa digunakan berbagai kalangan. Lebih-lebih, mereka turut membuat akun resmi di aplikasi yang dulunya sempat mereka blokir tersebut.
Maraknya penggunaan TikTok di Tanah Air membuat sebagian pihak merasa, bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang mudah ‘kagetan’. Media sosial bagaikan arus sungai yang membawa kita dari satu tren ke tren lainnya. Akibat hal itu, TikTok meraih keuntungan besar selama beberapa bulan terakhir.
Baca juga: Mengapa Tidak Ada Fitur ‘Edit Tweet’ di Twitter?
Di kuartal keempat 2019, TikTok menjadi aplikasi kedua yang paling banyak diunduh di Playstore setelah WhatsApp. Di periode tersebut, TikTok berhasil diunduh sebanyak 220 juta kali, dan mencatatkan total unduhan hingga 1,5 miliar kali.
Melihat tingginya antusiasme masyarakat Indonesia dan dunia terhadap TikTok, mungkinkah di masa mendatang aplikasi ini dijadikan lahan bisnis baru? Mengingat, berdasarkan data yang dimuat The Verge, selama satu hari orang bisa menghabiskan 52 menit untuk menjelajahi video di aplikasi tersebut.
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.