Jernih dan Mencerahkan

Air Laut Punya Potensi jadi Energi Terbarukan di Indonesia

192

Kinipaham – Indonesia sebagai negara maritim ternyata belum bisa memanfaatkan sumber daya laut secara maksimal, bukan hanya sumber daya pangan tetapi sumber daya energi tidak diberdayakan secara sepenuhnya, sumber daya energi yang ada di laut antara lain arus pasang surut, arus samudra, dan ombak pantai.

Ketika berbicara energi terbarukan pemerintah kerap kali menyebut kincir angin, bendungan, atau panel surya. Tetapi sebenarnya ada energi yang mudah diprediksi dengan output energi relatif stabil serta tidak terpengaruh cuaca atau musim, yaitu energi dari laut.

Baca juga: Harimau di AS Positif Terinfeksi Corona, Gejalanya Mirip Manusia

Energi laut berbeda dengan energi terbarukan lain, energi ini sangat mudah diprediksi dan tidak mudah terpengaruh cuaca atau musim. Kincir angin tidak dapat berfungsi bila tidak ada angin atau angin terlalu kencang, panel surya tidak memiliki output yang signifikan bila cuaca berawan atau hujan, dan bendungan tidak bisa beroperasi maksimal ketika musim kering.

Menurut BrightHubEngineering.com, bendungan memiliki dampak ekosistem yang sangat besar seperti hancurnya pola migrasi hewan air, bendungan menjadi tempat berkembang biak yang sempurna bagi nyamuk dan penyakit, serta penumpukan sedimen yang berakibat pada matinya tanaman air.

Panel surya dan kincir angin tidak bisa memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin bertambah karena ketidakpastian output energi yang dihasilkan. Berbeda dengan energi lain di atas, energi laut memiliki pola yang mudah diprediksi, menjadikan energi laut lebih menjanjikan dibandingkan energi terbarukan lainnya.

Baca juga: Mengenal Bacteriophage, Virus ‘Baik’ yang Ramah untuk Tubuh

Salah satu jenis energi yang paling mudah diprediksi adalah arus pasang surut air laut dan arus samudra. Menurut Wikipedia arus pasang surut air laut terjadi empat kali sehari. Arus pasang surut air laut terjadi diakibatkan gaya gravitasi Matahari dan Bulan.

Simec Atlantis

Simec Atlantis adalah perusahaan dari Inggris yang memiliki visi untuk memanfaatkan energi arus laut dengan project MeyGen. Simec Atlantis melalui MeyGen telah berhasil membuat turbin bawah air yang menyerupai kincir angin tiga baling-baling.

Turbin ini telah diuji coba di Strongford Lough, Irlandia pada November 2008. Lalu pada tahun 2011 Simec Atlantis memasang turbin laut di Pulau Stroma, Scotlandia. Simec Atlantis di renewableenergy.com menyebut proyek turbin laut di pulau Stroma ini diproyeksikan akan menghasilkan output sebesar 400 megawatt atau setara dengan sepertiga output PLTU Pluit yang ada di Jakarta Utara. Output sebesar 400 megawatt ini akan didapat dari pemasangan 400 turbin laut.

Rintangan Memanen Energi Arus Laut

Walau memiliki banyak kelebihan tetapi pemberdayaan arus laut sebagai energi tetap terhalang beberapa kendala. Kendala paling besar adalah dampak terhadap ekosistem di mana kincir bawah laut akan dipasang.

Simec Atlantis dalam laporannya menyebut efek ekosistem yang diakibatkan oleh turbin laut memuaskan karena dianggap tidak berbahaya. Sebelum pemasangan di Pulau Stroma banyak ahli ekosistem yang khawatir turbin ini mempengaruhi paus, anjing laut, dan lumba-lumba di pulau itu.

Mamalia laut ini memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap suara yang dihasilkan turbin laut sehingga mereka menjauhinya. Awalnya peneliti khawatir, tetapi menyimpulkan perilaku menghindari suara yang dihasilkan oleh turbin laut bisa menolong mamalia laut karena memangkas kemungkinan mereka terluka bila berenang terlalu dekat.

Rintangan lainnya adalah biaya pemasangan yang masih mahal. Biaya pemasangan satu turbin laut memerlukan dana sebesar $11 juta dollar, Simec mengatakan dengan biaya pemasangan dan produksi sebesar itu akan memerlukan waktu 16 tahun untuk balik modal. Tetapi Simec berjanji biaya produksi dan pemasangan ini bisa menurun bila mereka berhasil memproduksi turbin laut secara massal.

Kemungkinan Pemasangan Turbin Laut di Indonesia

Mengacu pada data hasil survey oleh ilmuwan Australia yang berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) berjudul Direct Estimates of The Indonesia Throughflow Entering The Indian Ocean pada tahun 2006, Indonesia memilik arus kuat bernama Indonesia Throughflow (ITF) di Selat Makassar penghubung Pulau Kalimantan dengan Pulau Sulawesi yang mencapai kecepatan 3 knots pada kedalaman 100 meter.

Arus kuat ini bisa menjadi kesempatan sempurna bila suatu saat nanti Indonesia mau mengadopsi turbin laut seperti yang dikembangkan Simec Atlantis. Tantangan terbesarnya adalah kedalaman laut yang mencapat 500 meter serta pentingnya Selat Makassar untuk siklus perkembangbiakan Paus Sperma dan Penyu Laut.

Menurut WWF Indonesia, Paus Sperma memiliki habitat berkembang biak di utara Pulau Sulawesi, sedangkan penyu menggunakan Selat Makassar untuk bermigrasi ketika mereka akan bertelur. Semua tantangan ini bisa diminimalisir bila kebijakan yang diambil sesuai dengan keadaan di lapangan serta tidak serakah ketika pemilihan lokasi pembangunan turbin laut.

Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.